Kamis, 22 Februari 2018

JOGJA 1.0



Sudah sekian lama aku tidak pernah menulis lagi, yang dulunya penulis cerita fanfic sekarang malah menjadi penikmat perjalanan. Sekarang sudah hampir 4 tahun, dan aku ingin menulis kembali tetapi tidak bentuk cerpen atau fanfic. Inilah cerita perjalananku yang tidak seberapa di Jogja.
            Hari itu di bulan Mei 2016 aku memulai perjalananku ke Jogja, kota yang ingin sekali kupijaki. Setelah UAS di kampus, aku langsung mulai packing untuk pergi selama 4 hari. Setelah semuanya beres, akupun menunggu travel yang sudah kupesan sehari yang lalu. Aku memlih keberangkatan malam sekitar pukul 20.15 karena jadwal ujianku diberi paling akhir. Untuk biaya travel dari Malang ke Jogja yaitu Rp 140.000. Hampir sama saja jika kita memilih naik kereta api. Aku memilih naik travel karena tiket kereta sudah banyak yang habis.
            Di perjalanan aku tidak memikirkan apa saja yang akan kulakukan di Jogja nanti, akupun juga tidak membuat itinerary apapun untuk perjalanan ini. Hal yang paling kupikirkan adalah tugas kuliah yang belum selesai dan harus diserahkan hari senin, ini jangan dicontoh ya teman-teman. Malam itupun tidak banyak yang kuingat karena sebagian kuisi dengan tidur.
            Sesampainya di Jogja aku langsung berhenti di depan Universitas Negeri Yogyakarta waktu itu sekitar pukul 06.00. Tempatku menginap selama di Jogja tidak lain yaitu Kos Temen. Namanya Ummi, teman masa SMA.

Nongkrong Bersama Teman-Teman.
Hari pertama, aku tidak pergi kemana mana, hanya di kos saja karena Ummi harus latihan katanya. Okelah hari pertama kupakai buat istirahat saja. Malam harinya aku bersama lima temanku pergi untuk ngopi sambil bercerita tentang masa lalu sewaktu SMA dulu. Setelah bosan ngopi di cafe itu kami bepindah lagi untuk bertemu dengan teman-teman yang lain. Hari itu kami isi dengan cerita kisah kasih SMA. Aku memang tidak langsung mengeksplor wisata-wisata yang ada di Jogja, bukan berarti pula aku tidak menghargai waktuku untuk menjelajahi isi Jogja. Namun, aku menghargai waktu teman-temanku yang masih bisa mereka luangkan untukku. Padahal siapa lah aku, hanya remah-remah rengginang.lol.

Mengunjungi Tempat Mainstream
            Hari kedua, untuk anak yang baru pertama kali ke Jogja biasanya wajib menginjakkan kaki ke Malioboro. Jalan yang sangat legendaris ini penuh sesak dengan berbagai pengunjung asing maupun lokal. Setelah berfoto-foto ria kami kemudian menyusuri sepajang jalan Malioboro, saat itu terik sinar matahari langsung menyengat tubuh. Untuk menyegarkan kembali tubuh ini maka kubelilah segelas jus dan kuminum di atas kursi sambil melihat pemandangan yang tak biasa.
            Jika dulu aku hanya merasakan kehampaan sebuah desa yang diisi dengan kesunyian, jauh dari kebisingan riuh kendaraan sekarang aku melihat fenomena betapa pentingnya sebuah liburan bagi setiap manusia. Dengan hanya berjalan menyusuri kota saja mereka merasa senang, bahkan sebagia beban mereka berangkat. Terlihat sekali dengan pundak yang terasa ringan dan senyum yang merekah. Well, mungkin Jogja tahu bagaimana cara mengangkat beban mereka.
            Malam harinya aku bersama teman-temanku nongkrong (lagi). Mungkin para readers membaca ini membosankan tapi tidak bagiku. Karena sungguh aku bisa tertawa lepas dengan mereka. Malam itu kami nongkrong di Alun-alun Kidul, Alun-alun Tugu sampai 0 KM. Mencoba berbagai kopi dari satu tempat ke tempat yang lainnya.

Hutan Pinus dan Parangtritis
            Hutan Pinus di Imogiri, untuk pertama kali yang kesekian kalinya aku melihat hutan pinus yang menjulang tinggi. Di Kalimantan memang terkenal dengan hutannya namun aku belum pernah menemukannya hutan pinus mungkin karena habitat pohon pinus sendiri terletak pada ketinggian 400-2000 mdpl. 

Setelah asik dengan hutan dan berada diketinggian, kemudian kami pergi ke pantai yang sangat legendaris berada di selatan pulau Jawa. Ya, pantai tersebut ialah Parangtritis. Tidak banyak yang kami lakukan disana karena tiba-tiba langit mendung, memang saat itu Jogja sedang musim hujan, setelah menikmati pantai Parangtritis kamipun pulang.

Membosankan ya? Ya ini baru awal dari sebuah perjalananku, masih banyak cerita traveling lainnya yang akan kusambung di lain cerita.

Rabu, 27 Mei 2015

Baby From The Devil Part 5



             Jam telah menunjukkan pukul 09.00, waktunya Oik menjemput Chika di sekolah barunya. Tapi ia belum juga beranjank dari tempat duduknya. Ia menopangkan wajahnya dengan tumpuan siku tangannya, matanya lurus memandang ke depan, dan ada sebutir air mata yang mengalir di pipinya.
Ada apa dengan perasaan gue? Kenapa setelah ketemu bajingan itu perasaan gue jadi nggak karuan begini? Cakka, Cakka K. Nuraga…
            Oik mengerang kesal sambil menutupi mukanya dengan kedua telapak tangannya. Frustasi akan kejadian hari ini yang begitu menguak pikirannya. Ia masih terkejut dengan kehadiran seseorang yang telah membuatnya hancur selama ini, orang yang mengubah hidupnya.
            “Cukup sudah! Bastard!”geramnya lalu beranjak dari kursinya dan pergi begitu saja.
***

Rabu, 24 Juli 2013

Baby From The Devil part 4 (CAIK)



Oik, Zevana, Dayat, dan Chika masuk kesebuah rumah yang bergaya eropa, megah dan terlihat sangat kokoh. Inilah rumah baru mereka yang akan mereka tempati bersama. Dayat menjual rumah mereka yang berada di Jakarta Pusat dan pindah ke tempat ini yaitu Jakarta Selatan. Alasan mengapa mereka pindah bukan karena hal lain melainkan takut jika anak satu-satunya itu digunjingkan orang-orang sekitar komplek karena hamil di luar nikah. Dan jika hal itu terjadi bukan Oik saja yang akan merasakan sakit melainkan ia dan Zevana serta cucunya yaitu Chika. Ia tidak ingin disaat-saat anggota keluarganya terkumpul semua seperti ini ada yang membuat hati mereka tidak nyaman. Maka dari itu ia memilih Jakarta Selatan untuk tempat bernaungnya orang-orang yang disayanginya tanpa ada hambatan yang memberati hati mereka.

Baby From The Devil part 3 (CAIK)



Saat Sivia pulang dari rumah Oik ia masih kepikiran dengan mata itu. Mata yang tidak asing lagi baginya, entah apa yang membuatnya berfikiran seperti itu. Ataukah itu benar mata milik seseoang yang sangat ia kenal.? Itu mata Cakka, jelas sekali itu mata yang sangat sering dilihatnya.
Ah, hanya kebetulan saja, tidak mungkin Cakka melakukan itu. Batinnya kemudian ia terlelap. Mulai saat itu ia tidak pernah lagi memikirkan masalah mata itu. Semua orang bisa saja kebetulan memiliki mata yang sama sebab Tuhan memiliki kuasa lain atas kehendaknya.
***

Baby From The Devil part 2 (CAIK)



Dua minggu berlalu, Oik masih saja dihantui dengan dendamnya kepada lelaki yang bernama K itu. Apalagi saat ia tahu bahwa lelaki itu memberinya bekas, bekas perlakuannya malam itu yaitu sebuah janin. Janin? Ya Oik hamil, hamil anak K.

Baby From The Devil part 1 (CAIK)



Baby From The Devil
-Kamu tidak tahu siapa saya, tapi kamu tidak akan lupa dengan saya-